PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MEREBUT IRIAN
BARAT/PAPUA
1. Latar belakang
pengembalian Irian Barat
Apakah Irian Barat termasuk wilayah Indonesia ?
Jawabannya adalah ya!
Karena apabila ditinjau dari segi politis, bahwa berdasarkan
perjanjian international 1896 yang diperjuangkan oleh Prof. Van Vollen Houven
(pakar hukum adat Indonesia) di sepakati bahwa ”Indonesia” adalah bekas Hindia
Belanda. Sedangkan Irian Barat walaupun dikatakan oleh Belanda secara kesukuan
berbeda dengan bangsa Indonesia, tetapi secara sah merupakan wilayah Hindia
Belanda.
Bila ditinjau dari segi antropologi, bahwa bangsa Indonesia yang asli adalah Homo Wajakensis dan Homo Soloensis yang memiliki fitur-fitur: kulit hitam, rambut keriting (ras austromelanesoid) yang merupakan ciri suku bangsa Aborigin (Australia) dan ras negroid (Papua).
Apabila ditinjau dari segi sejarah , bahwa Konferensi Meja
Bundar yang dilakukan untuk mengatur penyerahan kedaulatan Indonesia
diwarnai dengan usaha licik Belanda yang ingin terus mempertahankan Irian Barat
(New Guinea) dengan alasan kesukuan. Akhirnya KMB memutuskan penyelesaian Irian
Barat akan ditentukan dalam masa satu tahun setelah penyerahan kedaulatan
melalui perundingan antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Benarkah alasan Belanda mempertahankan Irian
Barat karena masalah kesukuan ?Ternyata bukan !
Alasan
sebenarnya adalah bahwa pada saat itu Belanda sedang mengadakan eksplorasi /
penelitian sumber daya alam di Irian dan berhasil menemukan fakta bahwa di
Irian Barat terdapat tambang emas dan uranium terbesar di dunia (sekarang
dinamakan Freeport yang merupakan perusahaan asing milik Belanda ) yang tidak
akan habis di gali selama 100 tahun.
|
Belanda tetap mempertahankan Irian Barat sebagai jajahannya, dan memasukan
wilayah Irian Barat ke dalam Konstitusi nya pada tanggal 19 Pebruari 1952.
Dengan demikian Belanda sendiri telah melanggar isi Round Table
Conference yang telah disepakati dengan RIS.
2. Perjuangan
diplomasi;pendekatan diplomasi
a. Perundingan Bilateral Indonesia Belanda
Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi
Tingkat Menteri Uni Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk
suatu komisi yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk
menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam
Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata
pembicaraan dalam tingkat ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian
Barat.
Pertemuan
Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan 1954,
namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat
kepada Indonesia sesuai hasil KMB.
b. Melalui Forum PBB
Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada
tahun 1950, 1952 dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan
masalah Irian Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas
masalah Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal
untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia
secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum
X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957.
Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara
yang diperlukan.
c. Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh
jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia
Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan
dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung
upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah
dari RI.
Namun
suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik
dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
3. Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi
Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan
Irian Barat baik secara bilateral, Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat
pemerintah RI menempuh jalan lain pengembalian Irian Barat, yaitu jalur
konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia mengembalikan Irian melalui
jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.
a. Pembatalan Uni Indonesia Belanda
Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950,
1952 dan 1954, serta melalui forum PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan
Irian Barat kedalam pangkuan RI, pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan
tidak lagi mengakui Uni Belanda Indonesia yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini
berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia secara sepihak oleh pemerintah
RI berarti juga merupakan bentuk pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan
pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai
dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI belum
lengkap / sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai
oleh Ratu Belanda.
Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan
Indonesia Belanda, berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan
Undang Undang No. 13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya
hubungan Indonesia Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang
berdaulat penuh, berdasarkan hukum internasional. Sementara
itu hubungan antara kedua negara semakin memburuk, karena :
1. terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai
pergolakan di Indonesia (APRA, Andi Azis, RMS)
2. Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada
Indonesia.
b. Pembentukan Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Utara)
Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali
Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore).
Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17 Agustus 1956. Propinsi ini
meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore,
Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.
c. Pemogokan Total Buruh Indonesia
Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan
apapun. Karena itu, pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan
Irian Barat di seluruh tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu,
segera diikuti pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja pada
perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal 2 Desember 1957. Pada
hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua
terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM dilarang
mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
d. Nasionalisasi
Perusahaan Milik Belanda
Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan
konsuler Belanda di Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi
serentetan aksi pengambil alihan modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di
Indonesia, yang semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang
bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan
dilakukan secara teratur oleh pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan
perusahaan milik Belanda tersebut oleh pemerintah kemudian diatur dengan
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.
e. Pemutusan
Hubungan Diplomatik
Hubungan diplomatik Indonesia - Belanda bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul "Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)" pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkanpemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.
Tindakan
ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki
penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan,
menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman
ke Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga
memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.
Karena
itulah pemerintah RI mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk mempersiapkan
segala sesuatu kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.
4. Tri Komando Rakyat
a. Tri Komando Rakyat
Dalam pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB
tanggal 30 September 1960, Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah
mengadakan perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran
hilang, bahkan toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan
Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
Tindakan konfrontasi politik dan ekonomi yang
dilancarkan Indonesia ternyata belum mampu memaksa Belanda untuk menyerahkan
Irian Barat. Pada bulan April 1961 Belanda membentuk Dewan Papua, bahkan dalam
Sidang umum PBB September 1961, Belanda mengumumkan berdirinya Negara Papua.
Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua, Belanda mendatangkan kapal induk
”Karel Doorman” ke Irian Barat.
Terdesak
oleh persiapan perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB XVI
tahun 1961 mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan
”Rencana Luns”.
menanggapi rencana licik Belanda tersebut, pada
tanggal 19 Desember 1961 bertempat di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan
TRIKORA dalam rapat raksasa di alun alun utara Yogyakarta, yang isinya :
1. Gagalkan berdirinya negara Boneka Papua bentukan
Belanda
2. Kibarkan sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air
Indonesia
3. Bersiap melaksanakan mobilisasi umum
b. Pembentukan
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah
pembentukan suatu komando operasi, yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan
Irian Barat”. Sebagai panglima komando adalah Brigjend. Soeharto yang kermudian
pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Panglima
Komando : Mayjend. Soeharto
Wakil
Panglima I : Kolonel Laut Subono
Wakil
Panglima II : Kolonel Udara Leo Wattimena
Kepala Staf Gabungan: Kolonel Ahmad Tahir
Komando Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai
dua tujuan :
1. merencanakan, menyiapkan dan melaksanakan operasi
militer untuk mengembalikan Irian barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia
2. mengembangkan situasi militer di wilayah Irian barat
sesuai dengan perkembangan perjuangan di bidang diplomasi supaya dalam waktu
singkat diciptakan daerah daerah bebas de facto atau unsur pemerintah RI di
wilayah Irian Barat
Dalam upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando
Mandala membuat strategi dengan membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga
fase, yaitu :
1. Fase infiltrasi
Dimulai
pada awal Januari tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962, dengan memasukkan
10 kompi ke sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.
2. Fase Eksploitasi
Dimulai
pada awal Januari 1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan mengadakan
serangan terbuka terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan
musuh yang penting.
3. Fase Konsolidasi
Dilaksanakan
pada tanggal 1 Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di
seluruh Irian Barat.
Sebelum Komando mandala bekerja aktif, unsur militer
yang tergabung dalam Motor Boat Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke
Irian Barat. Namun kedatangan pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga
pecah pertempuran di Laut Arafura. Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini,
MTB Macan Tutul berhasil ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya
komandan MTB Macan Tutul Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)
Sementara itu Presiden Amerika Serikat yang baru saja terpilih John
Fitzgerald Kennedy merasa risau dengan perkembangan yang terjadi di Irian
Barat. Dukungan Uni Soviet ( PM. Nikita Kruschev ) kepada
perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari tangan Belanda, menimbulkan
terjadinya ketegangan politik dunia, terutama pada pihak Sekutu (NATO) pimpinan
Amerika Serikat yang semula sangat mendukung Belanda sebagai anggota sekutunya.
Apabila Uni Soviet telah terlibat dan Indonesia terpengaruh kelompok ini, maka
akan sangat membahayakan posisi Amerika Serikat di Asia dan dikhawatirkan akan
menimbulkan masalah Pasifik Barat Daya. Apabila pecah perang Indonesia dengan
Belanda maka Amerika akan berada dalam posisi yang sulit. Amerika Serikat
sebagai sekutu Belanda akan di cap sebagai negara pendukung penjajah dan
Indonesia akan jatuh dalam pengaruh Uni Soviet.
Untuk itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U
Than, Kennedy mengirimkan diplomatnya yang bernama Elsworth Bunker untuk
mengadakan pendekatan kepada Indonesia – Belanda.
Sesuai
dengan tugas dari Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan
penelitian masalah ini, dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal
Bunker”. Adapun isi Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :
”Belanda
harus menyerahkan kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui PBB
dalam jangka waktu paling lambat dua tahun”
Usulan
ini menimbulkan reaksi :
1. Dari Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan
diperpendek
2. Dari Belanda: setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua Merdeka
c. Operasi Jaya Wijaya
Pelaksanaan
Operasi
1. Maret - Agustus 1962 dilancarkan operasi pendaratan
melalui laut dan udara
2. Rencana serangan terbuka untuk merebut Irian Barat
sebagai suatu operasi penentuan, yang diberi nama Operasi Jaya wijaya”.
Pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
a. Angkatan Laut Mandala dipimpin oleh Kolonel Soedomo
membentuk tugas amphibi 17, terdiri dari 7 gugus tugas
b. Angkatan Udara Mandala membentuk enam kesatuan tempur
baru.
Sementara itu sebelum operasi Jayawijaya dilaksanakan,
diadakan perundingan di Markas Besar PBB pada tanggal 15 Agustus 1962, yang
menghasilkan suatu resolusi penghentian tembak menembak pada tanggal 18 Agustus
1962.
5. Persetujuan New York [Perjanjian New York]
Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung
beberapa kota penting di Irian Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya,
bahwa Indonesia tidak main-main untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan
Amerika Serikat, Belanda bersedia menyerahkan irian Barat kepada Indonesia
melalui Persetujuan New York / New York Agreement.
Isi Pokok persetujuan:
1. Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara
PBB (UNTEA) akan menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan
sejak saat itu bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..
2. Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih
berkibar disamping bendera PBB.
3. Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda
sudah harus selesai tanggal 1 Mei 1963
4. Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI
secara resmi menerima penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB
5. Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan
Penentuan Pendapat rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun
1969.
Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya (sekarang Papua)
6. Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik
Indonesia menurut persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan
penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera
ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka
sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret
sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan
RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Dengan menganalisis fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera memiliki arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu:
1. bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian
Barat melalui konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan
kepada bangsa lain, karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure
Irian Barat merupakan bagian dari wilayah RI
2. upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat
bukan merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat
Irian Barat. Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung
dengan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar